Uncategorized

Minimnya Partisipasi menjadi Pengawas Pemilu di Tingkat Kelurahan/Desa

Penulis: Irda Yanti, SE (Panwascam Berastagi)

Minimnya Partisipasi menjadi Pengawas Pemilu di Tingkat Kelurahan/Desa
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pemilu ini merupakan wujud nyata dari sistem Demokrasi di Indonesia dan sekaligus menjadi sarana bagi masyarakat dalam menyatakan kedaulatannya terhadap negara dan pemerintah.

Bicara soal Pemilu, Indonesia mengenal asas penyelenggaraan yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil akan terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalisme dan akuntabilitas.

Ini sesuai dengan amat UUD 1945 pasal 22E ayat (1) dan (5) bahwa dalam penyelenggaraannya tidak lepas dari peran KPU selaku Penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Iklan

Meskipun demikian, dalam UUD 1945 lebih mengenal KPU selaku penyelenggara Pemilu. Namun pada praktiknya, pelaksanaan Pemilu baik Legislatif maupun Eksekutif dikenal juga Lembaga Penyelenggara Pemilu lainnya yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Salah satu tolak ukur dari kesuksesan Pemilu sendiri adalah keikutsertaan masyarakat dalam sebuah moment kegiatan Demokrasi.

Secara tidak langsung ketika masyarakat ikut serta dalam kegiatan kepemiluan maka menunjukkan bahwa masyarakat mulai menyadari bahwa pemilu merupakan bagian penting dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam Penyelenggara Pemilu di Desa/ Kelurahan diantaranya menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) di tingkat Kelurahan/Desa.

Kegiatan pengawasan pemilu menjadi bagian penting dalam proses Demokrasi. Pelaksanaan pengawasan pemilu yang demokratis didasarkan pada prinsip-prinsip hak universal, kesetaraaan, profesional, imparsila, dan transparan pada semuluh siklus Pemilu sehingga dapat terwujud Pemilu yang berintegrigas.

Pengawasan pemilu dilakukan baik oleh lembaga penyelenggara pemilu yakni Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dari semua tingkatanya, juga dilakukan oleh masyarakat serta lembaga pemerhati atau pemantau pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 89 ayat (1) menayatakan: pengawasan pemilu dilakukan oleh Bawaslu yang terdiri atas Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN dan Pengawas TPS.

Namun pada kenyataanya, minat dan partisipasi masyarakat sendiri menjadi penyelenggara Pemilu masih rendah. Hal ini menyebabkan proses setiap tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu kurang efektif dan efisien. Seperti di Kecamatan Berastagi misalnya, Perekrutan Panwaslu Kelurahan/Desa se Kecamatan Berastagi pada Januari 2023 lalu kurang diminati masyarakat, hal ini terlihat dari jumlah pendaftar hanya 33 peserta, mengingat jumlah penduduk Kecamatan Berastagi yang berusia diatas 21 tahun lebih dari 20.000 orang (BPS, Berastagi dalam angka 2022).

Iklan

Faktor Minimnya Partisipasi Masyarakat
Berbagai faktor yang menjadi penyebab minimya minat masyarakat menjadi anggota Panwaslu Kelurahan/Desa di Kecamatan Berastagi adalah:

Baca Juga  Bupati Eddy Berutu dan Wali Kota Bobby Nasution Lepas 1,5 Ton Cabai Merah ke Kota Medan

1. Kurangnya informasi dan sosialisasi mengenai perekrutan terlebih lagi mengenai Pawaslu Kelurahan/Desa. Walaupun Panwaslu Kecamatan Berastagi sudah berupaya menyebarkan informasi mengenai perekrutan, namun antusias masyarakat masih kurang hal ini dikarenakan masyarakat sendiri belum bahkan tidak mengetahui apa itu Panwaslu Kelurahan/Desa, bagaimana tugas dan tanggung jawabnya. Sejauh ini masih banyak masyarakat belum mengetahui mengenai Panwaslu sendiri.

2. Adanya kesibukan lain. Menjadi seorang pengawas, tentunya harus bisa memberi waktu menjadi penyelenggara, harus bisa mengatur waktu seefektif mungkin sehingga tidak menyulitkan diri sendiri.

Apalagi seorang Ibu, yang sudah harus bekerja, mengurus rumah tangga, dan tidak bisa membagi waktu namun tertarik untuk mendaftar. Banyak masyarakat beralasankan pada kesibukan lain, sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi pengawas di tingkat kelurahan/Desa.

3. Hambatan Persyaratan. Ada beberapa syarat yang mengahambat masyarakat untuk mengikuti seleksi dalam perekrutan Panwaslu Kelurahan/Desa, seperti: Batasan Usia, dalam proses perekrutan untuk menjadi Calon anggota Panwaslu Kelurahan/Desa berusia paling rendah 21 tahun.

Beberapa masyarakat terhambat pada syarat ini, untuk usia menjadi pemilih adalah 17 tahun, lalu mengapa untuk menjadi pengawas kelurahan/desa harus 21 tahun. Selain itu, dalam syarat pendidikan, ada juga masyarakat berminat untuk mendaftar, namun terhambat pada Ijazah, beberapa masyarakat ada yang tidak
memiliki Ijazah SMA dan ada pula yang kehilangan Ijazah sehingga membuat masyarakat kurang berminat untuk mendaftar, seperti mengharuskan surat keterangan sehat, yang membuat masyarakat merasa direpotkan, karena pada substansinya nanti juga diharapkan mereka dalam keadaan sehat walafiat tanpa harus melampirkan surat keterangan tersebut.

4. Durasi pendaftaran yang cukup singkat. Pada perekrutan Januari 2023 lalu, masa pendaftaran hanya dilaksanakan selama 6 hari. Masyarakat mengeluhkan durasi pendafataran yang singkat ini, karena mereka harus menyiapakan berkas kelengkapan yang kurang sambil melakukan aktifitas lainnya, sehingga ketika mereka melihat durasi waktu, antusias mereka berkurang. Belum lagi yang mengharuskan surat ijin atasan, yang atasannya sedang berada diluar kota.

5. Pola pikir masyarakat. Perekrutan pada dasarnya dilaksanakan secara transparan, namun banyak masyarakat menganggap perekrutan ini hanya formalitas semata, banyak masyarakat berpikir sempit dan menimbulakan ketidakpercayaan dengan perekrutan, bahwa orang yang diterima menjadi Panwaslu Kelurahan/Desa adalah orang lama yang merupakan mantan Pengawas yang lalu. Pola pikir tersebut sudah menjadi budaya dalam masyarakat, sehingga banyak peminat yang ingin mendaftarkan mengurungkan niatnya.

Sebenarnya masih banyak faktor lain yang menyebabkan minimnya minat masyarakat untuk menjadi pengawas pemilu di tingkat Kelurahan/Desa, faktor diatas merupakan faktor yang paling banyak menyumbangakan tingkat kerendahan tersebut.

Untuk memperbaiki dan menyempurnakan kembali agar masyarakat mungkin berminat untuk menjadi Penyelenggara Pemilu, khususnya Panwaslu Kelurahan/Desa, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan, sehingga dapat menarik minat masyarakat kembali untuk ikut berpartisipasi menjadi Penyelenggara, yang pada akhirnya dapat membawa Proses demokrasi menjadi lebih baik lagi.

Baca Juga  Bupati Dairi Eddy Berutu Kembali Diundang Menghadiri Acara Festival Hak Asasi Manusia

Langkah-Langkah Perbaikan Kedepan
Untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam keikut sertaan kedepan dalam menjadi Pengawal Demokrasi diharapkan nantinya proses perekrutan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perlunya sosialisasi yang lebih masiv kepada masyarakat mengenai Penyelenggara Pemilu baik di tingkat TPS, Pengawas Kelurahan/ Desa maupun Panwaslu.

Mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya peran pengawasan dalam menentukan calon Legislatif dan Yudikatif yang terbebas dari money politic, Politik SARA, dll.

Membuka wawasan masyarakat, untuk berpikir kritis sehingga masyarakat tidak mudah untuk terprovokasi, membuka pikiran masyarakat dan menjadikan masyarakat lebih cerdas lagi.

Berkaitan dengan itu juga, perlunya ada pendidikan khusus di bagian Politik di tingkat sekolah, yang didalamnya terdapat tata cara berdemokrasi yang baik dan benar, sehingga nanitnya lulusan-lulusan generasi baru yang mendatang, lebih mengerti dan memahami hal yang berkaitan dengan Penyelenggara Pemilu secara mendalam.

2. Menambah kuota Panwaslu Kelurahan/Desa menjadi 2 orang bagi TPS yang diatas 20 . Desa yang memiliki 20 TPS di 1 Desa pasti memiliki beban tugas yang berat dibanding Desa yang hanya memiliki 7 TPS/ Desa sehingga dalam melakukan pengawasan akan lebihh efektif.

Mengingat juga wilayah kerja Kelurahan/Desa apabila luas dan memiliki medan wilayah yang berjauhan satu sama lain.

3. Peninjauan kembali mengenai persyaratan pendaftaran, bagaimana supaya syarat administrasi efektif dan efisien, mulai dari Usia yang perlu dipertimbangkan menjadi 17 tahun atau sudah memiliki KTP.

Pertimabangan terhadap pendidikan, lebih mengutamakan kemampuan menulis, membaca, dan berpikir secara nalar yang baik. Karena pada dasarnya pengalaman dan kemampuanlah yang menjadi penilaian besar untuk menentukan menjadi Panwaslu Kelurahan/Desa.

4. Memberikan ruang dan keterbukaan pendaftaran, dan menambah durasi waktu pendaftaran, sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk melengkapi berkas yang kurang lengkap, memberikan wadah untuk infomasi lanjutan mengenai Pendaftaran Panwaslu Kelurahan/Desa, Pemilu, dan hal yang berkaitan.

agar sistem demokrasi dan kualitas penyelenggaraan Pemilu semakin baik, karena digawangi oleh orang-orang yang memiliki kualifikasi yang juga semakin baik, dharapkan proses ini benar-benar bisa menghasilkan calon penyelenggara yang berintegritas.

Kesuksesan Pemilu tidak hanya dilakukan oleh lembaga saja, perlu kerjasama antar berbagai pihak, baik lembaga, pemerintah, dan masyarakat. Perlunya kesadaran akan pentingnya untuk menjadi masyarakat berbangsa dan bernegara yang baik.

Sehingga minat untuk menjadi bagian dari penyelenggaran dalam peroses tahapan Pemilu di Indonesia semakin meningkat, partisipasi masyarakat juga meningkat, yang pada akhirnya agar tercapainya Pemilu yang Demokratis, dan dapat mewujudkan cita-cita Indonesia yang maju dan sehjahtera, dengan melahirkan pemimpin baru yang lebih baik lagi.

Penulis: Irda Yanti, SE (Panwascam Berastagi)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Iklan
Back to top button